Thursday, December 27, 2007

BRANDING
EVERYTHING IS BRANDED

Prakata
Pada artikel di BusinessWeek edisi awal Juni 2007 dibahas mengenai masalah besar yang dihadapi oleh Hyundai, perusahaan otomotif asal Korea. Menurut hasil penelitian Initial Qulaity Study oleh J.D. Power membuktikan kualitas mobil-mobil Hyundai diatas Toyota dan Honda, hanya dibawah Lexus dan Porsche. Namun hanya 23% pembeli mobil tahun 2006 yg mau mempertimbangkan merek Hyundai dibanding 65% untuk Toyota dan 50% untuk Honda (ini untuk pasar Amerika Utara).
Lihat tabel berikut :

Index Fokus Riset Hyundai Toyota Honda
Kualitas tinggi
Initial Quality Study JD Power No. 3 No. 4 No.6
Konsumen yg mau membeli
Calon pembeli yg mempertimbangkan
merek tsb (2006) 23% 65 % 50%

Padahal Hyundai sudah melakukan berbagai kiat untuk menarik pembeli seperti : menarik Steve Wilhite mantan SVP Global Marketing Nissan dan Volkswagen dan Apple Computer Inc. Model-model terbaru banyak dikeluarkan dengan kualitas dan desain yg luar biasa bagusnya plus aneka diskon, naumn stok barang terus menumpuk di gudang.

Dalam suatu riset oleh biro iklan Goodby, Silverstein & Partner terhadap 200 responden penguji diperkenalkan mobil crossover Veracruz tanpa logo Hyundai. Pengujian dilakukan dengan teliti. 71% mengatakan bahwa mereka tidak ragu untuk membelinya. Namun saat logo Hyundai dipasang, angka tersebut menciut menjadi 52%. Dalam penelitian yg sama, logo Toyota justru melejitkan niat membeli mencapai 90%.

Kasus Hyundai tersebut dapat memberi gambaran mengenai pentingnya membangun brand yang kuat namun kenyataannya banyak pebisnis, terutama yang usahanya terlanjur besar karena fasilitas proteksi pasar di masa lampau tidak memahami pentingnya membangun brand. Padahal di dalam branding sebenarnya nilai suatu usaha / bisnis itu berada. Waktu Sampoerna dibeli oleh Philip Morris Corp. seharga 18 triliun rupiah, asset fisiknya cuma 6 triliun rupiah. Artinya sisa 12 triliun rupiah adalah nilai dari merek-merek yang dipegang oleh Sampoerna seperti Jisamsoe, A Mild, Sampoerna Hijau, dsbgnya. Maka bisa jadi Gudang Garam saat ini sudah diincar oleh Japan Tobacco senilai 2 kali harga jual Sampoerna.

Orang Amerika Serikat paling menyadari pentingnya kekuatan branding. Negara tersebut adalah negara dengan jumlah utang terbesar di dunia. Namun tidak sedikitpun bangsa tersebut grogi akan besarnya hutang yang dimiliki. Mengapa? Karena di negara tersebut segudang merek-merek besar bercokol.
Sebutlah Coca Cola yang dinilai 70 miliar US dollar alias hampir 700 triliun rupiah. Belum lagi kalau kita bicara Microsoft yang dimiliki oleh Bill Gates, manusia terkaya sejagat. Juga perusahaan mesin pencari (search engine) di internet, Google, yg nilainya seharga semua kapitalisasi pasar emiten yang ada di BEJ. Masih ada lagi merek kelas dunia seperti Disney, Pepsi Cola, Citibank, Kentucky Fried Chicken, Amazon.com dsbgnya, yang kalau 10 merek besar saja dijual, maka kemungkinan seluruh hutang Amerika Serikat bisa lunas. Ini semua terjadi karena pemerintahan di sana menyadari pentingnya membangun dan menjaga brand supaya tumbuh mendunia, sehingga perekonomian bangsa terjaga aman.
Bagaimana dengan di Indonesia? Isu mengenai sikap pemerintah mendukung proses branding masih menjadi tanda tanya besar. Cara berpikir orang kita yang kalau melihat sesuatu secara jangka pendek, tidak membuat kehadiran suatu brand bisa bertumbuh dengan baik. Brand-brand besar yang ada di sini sepenuhnya merupakan usaha keras pihak swasta untuk membesarkannya. Belum lagi masalah pembajakan brand yang cukup marak sehingga membuat ketakutan banyak pihak untuk mengambil posisi berjuang habis-habisan untuk branding.
Mengapa Perlu Branding?
Brand yang kuat akan memberi efek kepercayaan produk yang kuat sehingga orang bersedia membayar lebih mahal daripada brand lainnya walaupun suatu produk bisa jadi sama persis kualitasnya. Anda akan tampil lebih yakin saat tahu jass yang anda pakai mereknya Hugo Boss, namun saat brand yang menempel dicopot dipasangkan merek Ogah Bos, apakah masih anda berjalan dengan mantap?
Brand yang kuat akan memberi aliran keuangan yang sehat bagi perusahaan. Dengan aliran kas yang bagus, maka perusahaan punya dana untuk riset pengembangan produk, untuk berpromosi secara massif dan memperoleh kredit mudah dari banyak pihak. Belum lagi negosiasi dengan distributor dan supplier akan semakin baik posisi pemilik brand. Maka brand yang kuat akan memberi rasa percaya diri bagi pihak yang memegang brand tersebut untuk terus tampil memberikan yang terbaik

Bagaimana Memulai Branding ?
Ilmu marketing yang berkembang secara pesat menghasilkan banyak sekali teori-teori untuk formulasi brand building. Sayangnya banyak orang yang berpikir bahwa marketing adalah ilmu yang sering disamakan sebagai ilmu selling, padahal bukan hanya itu. Selling sebenarnya adalah akibat pelaksanaan dari program marketing. Selling yang sukses dan menguntungkan serta berkelanjutan adalah akibat strategi program marketing yang terencana dengan baik. Sebaliknya juga banyak orang yang berpikiran bahwa marketing adalah suatu ilmu yang terlalu rumit untuk dipahami dan memerlukan biaya yang besar sementara hasilnya belum jelas ketahuan akan memberi dampak apada peningkatan penjualan atau tidak.
Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor. Diantaranya karena adanya konsultan marketing yang menyajikan teori, istilah-istilah dan bahan presentasi yang rumit supaya sang klien berpikir perlu sang konsultan untuk membantunya terus sampai mengerti dan menyiapkan program marketing bagi perusahaannya. Juga secara umum karena sifat orang Indonesia yang pola berpikirnya jangka pendek, maunya serba instant. Padahal setiap hasil yang baik dan langgeng adalah akibat dari suatu proses yang terencana, terukur dan teraplikasi dengan penuh kematangan.

Mengupas Berbagai Contoh Proses Branding
Apakah brand itu suatu produk, jasa atau perusahaan? Apakah dia logo, strategi pemasaran atau suatu perilaku? Bagaimanapun dapat diterima oleh siapapun bahwa suatu brand itu bisa nama produk bisa juga nama produsennya. Namun kita bisa berasumsi bahwa “produk” itu tidak semata-mata barang fisik atau entitas tangible, tapi bisa berupa jasa, seperti telekomunikasi atau bengkel mobil.
Menurut Naomi Klein di tulisannya yg berjudul No Logo, brand itu adalah makna / hal yang inti bagi sebuah perusahaan di jaman moderen ini. Branding menggambarkan secara akurat sifat-sifat perusahaan yang paling hakiki di era globalisasi ini, dimana produsen harus bisa menjual produknya kepada pelanggan potensial di dan dari berbagai penjuru dunia yang berbeda bahasanya maupun budayanya.
Brand tidak hanya berarti nama produk. Penyanyi terkenal kelas dunia seperti Madonna misalnya, secara konsisten dikemas, dibranding dan di-rebranding lagi sepanjang karirnya. Hal ini untuk menjaga kelangsungan momentum untuk merekatkan posisinya sebagai penyanyi wanita paling sukses sepanjang masa (lebih dari 20 tahun).
Contoh lain adalah, dimana setelah memegang tampuk pemerintahan Inggris pada tahun 1997, Perdana Menteri Tony Blair melakukan pendekatan untuk Negara Inggris Raya sebagai suatu brand yang harus bisa dipasarkan, yang menghasilkan suatu semboyan “Cool Britain” untuk mempromosikan citra negerinya di seluruh dunia.
Branding merupakan sekumpulan nilai-nilai inti dari seseorang atau produk, asset atau atribut yang semuanya membentuk identitas. Identitas tersebut merupakan perwujudan visual dari nilai-nilai inti tersebut, pembentukan dari kepribadian yg diinginkan dan dapat berbentuk apa saja. Identitas memberi pedoman segala aspek taksonomis dari suatu merek dagang seperti huruf-huruf atau logo atau gambar atau warna. Juga termasuk hal-hal seperti ethos, suasana, persepsi konsumen yang membalut suatu produk.

Branding Terhadap Usaha Kecil
Ketika bicara tentang branding orang sering mengaitkannya dengan perusahaan besar. Padahal, faktanya adalah bahwa setiap bisnis perlu membentuk brand sendiri agar bisa memenangkan kompetisi. Ini bukan gagasan baru. Bagaimana brand membantu pengusaha membesarkan bisnisnya? Bagaimana juga agar kita bisa membangun brand tanpa biaya besar?
Bisnis apa yg sedang anda tekuni saat ini? Mungkin sebuah usaha yg terbilang sangat kecil. Tetapi apakah kita ingin klien melihat bisnis itu sebagai usaha yg kecil juga? Tentu saja tidak. Kita juga tentu tidak mau memperlihatkan kesan serupa pada kartu nama, kertas surat dan instrumen pemasaran lainnya. Kita harus menampakkan kesan bahwa bisnis kita adalah usaha yang sudah mapan dan memiliki banyak sekali kekuatan.
Sebagian besar dari kita akan lebih suka memilikirkan stabilitas perusahaan sebelum membuat sebuah keputusan membeli. Kalau kita sudah menentukan brand kita dengan logo yang dirancang secara professional, pekerjaan kita untuk membangun kredibilitas di kalangan pelanggan akan semakin enteng.
Membuat desain logo yg elegan dan professional merupakan salah satu elemen penting dari branding. Logo bukan hanya suatu simbol atau gambar, tapi merupakan identitas perusahaan. Logo yang dirancang tepat bisa meninggalkan kesan yang bertahan lama pada klien dan Anda dan pada gilirannya akan membuat akitivitas bisnis kita tidak pernah hilang dalam memori pelanggan. Sebuah logo akan membuat bisnis kita semakin mudah dikenal. Jika kita melihat logo Mercedes, maka ingatan kita akan segera berasosiasi dengan sebuah mobil mewah yang tangguh. Kita tidak perlu berpikir dua kali untuk memikirkan produk apa Mercedes itu. Logo yg baik akan memancarkan sifat dan perilaku perusahaan.
Begitu kita sudah mendapatkan logo untuk bisnis kita, maka akan mempermudah kita untuk menentukan brand. Logo tersebut bisa diletakkan di semua aksesori perusahaan seperti kop surat, kartu bisnis, kemasan, brosur dan sebagainya. Jika kemasan produk kita misalnya dapat dipakai beberapa kali setelah produk kita dipakai/ dikonsumsi, maka akan memberi efek yang besar karena merek pada kemasan tersebut beredar ke beberapa orang. Maka memiliki logo yang dirancang professional menunjukkan komitmen kita terhadap usaha yg dijalankan.
Alat lain yg sangat berguna dalam branding adalah tag line yang ditulis secara ringkas dan mudah diingat. Idealnya tag line kita tidak hanya mengatakan tentang apa yg kita kerjakan melainkan juga tentang USP (unique selling proposition) kita.
Jadi sebuah nilai brand dibentuk oleh sebuah pengenalan, asosiasi, persepsi-persepsi yang membuat sebuah brand mendapatkan “positioningnya”. Repeat order adalah hasil dari sebuah kepuasan dan kepercayaan yg akhirnya melahirkan keyakinan dan kesetiaan (loyalitas) atas brand tersebut.

Membangun Merek Geografis
Adalah tanggung jawab pemerintah sepenuhnya untuk membranding kota-kota yang ada di Indonesia bahkan nama Negara Indonesia sendiri ke manca negara, sehingga sebagai Mega Brand, Indonesia akan memayungi brand-brand produk yang lahir di Indonesia menjadi kuat.
Maka bagaimana kota dikonsepkan menjadi suatu brand yang kuat? Sebenarnya konsep ini sudah berjalan cukup lama dengan menciptakan suatu positioning yang benar atas suatu kota tertentu. Misalnya saja dikatakan bahwa “Palembang itu kota Pempek”. Kalau kita ke kota Malang, maka akan terbayanglah bahwa itu Kota Apel. Bandung? Apalagi kalau bukan disebut-sebut sebagai “Paris van Java” dan “ Kota Kembang” walaupun belakangan sempat santer disebut secara miris yaitu “Kota Lautan Sampah”. Kalau kita ke Bali, maka pulau ini sudah memiliki nama yang mendunia, yang melebihi kepopuleran Negara Indonesia sendiri, yaitu “Pulau Dewata”.
Tidak sedikit orang di dunia yang mendambakan untuk berwisata ke Bali, selain ke Hawaii atau Bahama. Memang sejak terguncang tragedi Bom Bali di Legian pantai Kuta, maka tercipta brand baru yang membuat usaha brand building bertahun-tahun rusak dalam sekejap. Baru saja Bali menggeliat lagi dengan susah payah membangun Bali Recovery, terjadilah Bom Bali seri Kedua lagi di Jimbaran. Saat ini tentunya menjadi masa-masa yang sulit bagi Bali untuk meyakinkan turis manca Negara untuk mengunjungi Bali karena secara psikologis, di benak para turis, apakah Bali masih Pulau Dewata, jangan-jangan Pulau Teroris ?
Gambaran tadi memperkuat suatu pemahaman bahwa membangun suatu brand (Brand Building) merupakan kerja yang keras dan memerlukan suatu perencananaan dan dukungan dari banyak pihak. Tidak hanya Pemda dan penduduk setempat, namun para ahli pemasaran, pariwisata maupun Public Relation perlu dilibatkan untuk membentuk citra yang positif akan suatu produk.
Kenyataan bahwa daerah / kota telah menjadi brand yang berasosiasi pada suatu kondisi tertentu memang tidak terhindarkan. Namun sering terjadi, banyak kota tidak punya asosiasi yang kuat secara positif. Ini bisa terjadi karena kota tersebut tidak punya suatu perencanaan positioning yang jelas, akan dibawa kemana arah pengembangan kota tersebut secara orientasi pasarnya.
Pencitraan asosiasi kota dengan suatu kondisi atau produk tertentu (ingat Dodol Garut atau Tahu Sumedang? Jangan lupa Durian Bangkok atau Batik Solo !) bisa saja berlangsung secara alami. Namun tetap kalau kita telisik lebih dalam, di sana terjadi proses program pemasaran baik yang terencana maupun secara alami dengan dukungan berbagai pihak secara kuat. Maka jika kita belum mendapatkan suatu pencitraan yang jelas akan kota kita, saatnya yang tepatlah sekarang untuk membentuk citra brand yang kuat, positif dan bertahan lama.
Peranan Riset Dalam Branding
Setelah hasil riset didapatkan maka akan dibuatkan suatu formulasi strategi dan program pemasaran yang memang secara pendekatan sesuai dengan kondisi yang ada dan dibutuhkan bukan sesuatu yang sifatnya trial and error.
Saat semua itu dipadukan dengan kepiawaian strategi Public Relation yang tepat, maka akan diperoleh suatu integrasi program yang bisa diaplikasikan dengan realistis dan efisien namun powerful. Untuk itu tidak bisa dipungkiri bahwa setiap program yang dijalankan harus didasarkan pada riset yang kuat sebagai kompas atau alat diagnosis dari suatu strategi. Selanjutnya dengan riset pula bisa dievaluasi kemajuan / hasil dari setiap program. Ini artinya program anda terukur (measurable) sehingga pertanggung jawabannya jelas. Maka kemampuan melaksanakan dan menganalisis riset merupakan bagian strategis dalam proses branding.
Riset yang baik dan benar tidaklah murah, walaupun juga tidak berarti harus mahal sekali. Anda tidak mungkin menyuruh dokter memakai tangan dia saja saat memeriksa sakit Anda. Paling sedikit stetoskop dan alat cek tekanan darah. Semakin berat sakit Anda, maka alat yang diperlukan semakin canggih. Namun percayalah, alat itu memang berguna, bukan buat pamer.
Tanpa riset yang benar dan akurat serta analisis hasil riset yang kuat dan dalam maka kita akan melakukan berbagai program dengan kemungkinan terjadinya kegagalan yang tinggi. Ini bagaikan menembak suatu sasaran tanpa memahami sasarannya sebesar apa, ada di mana dan bergerak kemana. Hati-hati kalau sudah sepeti itu! Kata orang bilang itu namanya kalap! Kalau sudah begitu, jangan-jangan kita sendiri yang kena tembak ! Maka bijaklah memahami dengan cermat kemana uang anda harus dibelanjakan.



BRAND ARCHITECTURE

1. Brand Vision
- the long term goal of the brand (global in the case of brands also marketed outside of Indonesia))

2. Brand Mission
- how will the brand expand its volume and consumer base, by
offering the consumers what?

3. Brand Role
- what’s the role of the brand in the overall company portfolio

4. Brand Positioning
- how should it be positioned in consumers’ minds

5. Sustainable Competitive Advantage
- What differentiates the brand from the competition that is distinctive and adds value

6. Core Brand Values
- Try to stay with no more than 3 core values

7. Brand Promise
a. Rational Benefit
(what is the consumer’s rationale for choosing to use your brand
that he cannot get from other brands)

b. Emotional Benefit
(what emotional benefit can a consumer get out of choosing this brand eg.
Using Brand X means that I can be confident in any social environment and that my brand reflects well on my judgement, consistent with a discerning and exclusive lifestyle)

c. Brand promise
(what’s the overall brand promise)

8. Brand Character / Personality

9. Brand’s copy line

10. Key image attributes
- Brand to achieve superiority to target brands in which key image
attributes

11. Target Group
- Demographics (Primary and Secondary, age, SES, blue, grey, white collar) N.B Grey is defined as those with technical skills but who do not qualify as executives or professionals
- Psychographics (Lifestyle, behaviour, attitude, aspiration,
discerning in choice, etc)

12. Target Brands (Competitive Set)
- what brands would Brand X be competing with for its target
consumers

13. Source of Business
- from which brand/s is Brand X likely to get business from

14. Desired Consumer Response
(what do we want the consumer to say about the brand after he has seen
all the advertising and communications)


Sumber informasi :
1. The Fall of Advertising & The Rise of PR by Al Ries and Laura Ries
2. Branding from Brief to Finished Solution by Mono Design, January 2005
3. Majalah Periklanan dan Marketing serta Komunikasi B&B edisi November 2005
4. Pemikiran Pribadi

No comments: