Wednesday, September 16, 2015

Pada minggu kedua Januari 2015 lalu, tepatnya antara tanggal 17 sampai 22 Januari 2015, penulis berkesempatan menghadiri pameran bakery-cafe-gelato yang diberi nama SIGEP 2015 di Rimini, Italia. Kehadiran penulis di pameran tersebut memang atas undangan panitia penyelenggara pameran SIGEP 2015 (tahun ke 36 pameran) guna meliput acara tersebut. Bagaimana liputan lengkap pameran SIGEP 2015 tidak akan dibahas dalam tulisan ini, namun akan dimuat secara lengkap di edisi Maret 2015 nanti. Yang ingin penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah kisah menarik saat bertemu dan bertukar informasi dengan sesama rekan jurnalis saat santap pagi atau santap malam di hotel tempat kami menginap. Para jurnalis yang berasal dari berbagai negara tersebut, dari Indonesia kebetulan hanya penulis yang diundang, berbagi kisah mengenai perkembangan bakery di negaranya masing-masing. Seorang rekan dari majalah pastry terkenal yang diterbitkan dari Barcelona Spanyol berkisah bahwa tumbuh pesatnya industri pariwisata di Spanyol menyebabkan usaha bakery dan kafe semakin marak. Namun banyak pelaku usaha di Spanyol yang masih berfokus pada pasar domestik. Seorang rekan jurnalis dari Jerman berkisah bahwa saat ini para pelaku usaha bakery kelas artisan di Jerman semakin terjepit posisinya. Di sisi internal, para anggota keluarga dari kalangan generasi muda tidak berminat untuk melanjutkan usaha bakery yang telah dirintis oleh nenek moyangnya, karena beratnya kerja menjadi baker. Dari sisi eksternal, persaingan usaha bakery di Jerman saat ini cenderung menekan para usahawan kecil, karena pabrik roti skala besar, yang menjual roti dengan harga murah dan didistribuskian secara masif, membuat pasar cenderung memilih produk dari pabrik besar tersebut. Penulis juga berkesempatan berbicang dengan President dari produsen mesin bakery di Italia, yang merupakan salah satu penggagas AB Tech Expo, yang tahun 2015 ini dilaksanakan bersamaan tempat dan waktunya dengan SIGEP 2015. Mr. Andrea Saggioro menjelaskan bahwa guna melindungi produsen mesin bakery Italia dari serangan produk mesin impor dari Jerman (yang berkualitas tinggi) dan China (yang berharga murah), maka gabungan 70 produsen mesin bakery Italia rutin menyelenggarakan pameran AB Tech guna mempromosikan mesin-mesin bakery Italia berkualitas tinggi. Sidang pembaca sekalian, kiranya kita dapat memaklumi bahwa setiap negara memiliki persoalannya masing-masing dan memiliki cara bagaimana mengatasi persoalan tersebut. Maka kita jangan menjadi katak dalam tempurung. Kita perlu rajin melihat apa yang terjadi di berbagai tempat dan belajar bagaimana persoalan tersebut bisa diatasi. Semoga usaha bakery-resto dan kafe kita semakin maju.... Passion and Innovation for Higher Achievement!
Komunitas Bakery-Resto-Cafe, Sejak 11 Agustus 2015 sampai saat ini, berita dan kejadian yang membahana dan terus merisaukan seluruh pelaku ekonomi di dunia adalah devaluasi Yuan sebesar 3,3 persen terhadap US Dollar. Sejak devaluasi diluncurkan, daya gempurnya begitu luar biasa, mengubur berbagai diskusi panjang selama setahun mengenai rencana The Fed untuk menaikkan suku bunga US Dollar. Isu kenaikan suku bunga US Dollar sudah membuat otot nilai kurs US Dollar menguat terhadap berbagai mata uang dunia sejak akhir tahun 2014 lalu. Lunglainya berbagai mata uang negara-negara Asia dan dunia, termasuk Indonesia yang cukup parah tersungkur dimana saat tulisan ini dibuat sudah menyentuh angka Rp 14.000 per US Dollar, memunculkan kekhawatiran dalam di diri para pelaku usaha bakery-resto-cafe dan pelaku usaha lainnya. Tanpa devaluasi Yuanpun, ekonomi kita sudah terkulai cukup dalam. Berbagai industri dan komoditas mengalami penurunan penjualan. Apa motif Tiongkok mendevaluasi mata uangnya? Beberapa pendapat diantaranya adalah ini ujian dari Tiongkok kepada negara-negara anggota IMF agar Yuan diterima sebagai mata uang cadangan devisa dunia, yang keinginannya itu ditunda IMF menjadi 1 Oktober 2016 dengan alasan liberalisasi yuan belum memadai. Devaluasi ini merupakan sinyal awal menuju liberalisasi Yuan secara penuh. Negara kita banyak mengekspor produk ke Tiongkok dan juga mengimpor berbagai produk dari Tiongkok. Untuk ekspor ke Tiongkok, dengan turunnya nilai Yuan maka produk-produk kita menjadi kurang kompetitif di Tiongkok sekarang ini. Mau tidak mau pelemahan kurs Rupiah adalah cara menjaga daya saing produk-produk kita di pasar Tiongkok. Untuk produk-produk impor dari Tiongkok, maka saat ini produk Tiongkok akan terasa murah yang mana sebelumnya juga sudah murah, sehingga menjadi ancaman serius bagi industri dalam negeri yang produk-produknya bersaing dengan produk dari Tiongkok seperti misalnya tekstil dan elektronik. Maka sekali lagi, pelemahan Rupiah adalah jawabannya. Tak pelak, perang mata uang saat ini sudah berlangsung, dan kita tidak tahu kapan akan berakhir, dengan memakan korban seperti apa. Sebagai pelaku usaha dan juga konsumen, hal yang peling penting kita lakukan dalam menjaga daya saing pada saat situasi ini adalah menjaga kemampuan inovasi dan layanan prima. Inovasi harus dan harus dilakukan jika tidak ingin tergilas oleh membanjirnya produk murah. Layanan prima sudah menjadi standar, jika tidak ingin tertinggal dalam persaingan yang ketat karena pasar yang mengecil akibat leburnya daya beli di kelas menengah bawah. Passion and Innovation for Higher Achievement...!